(sebuah ide yang tertunda)
sudah lama, ingin sekali menulis tentang ini: penyair. sebuah ketidaksengajaan yang tentunya bukan kebetulan--karena tak ada yang kebetulan di dunia ini, tho?--melibatkan aku pada komunitas kaya kata: penyair. juga memperluas perkenalan dengan beberapa orang di beberapa kota: para penyair.
penyair, sebuah profesi yang sudah tua adanya. menurut shirah, 'Aisyah r.a. juga menyukai syair hingga beliau menghafalnya dan membacakan di depan Nabi saw. dan Nabi saw begitu gembira mendengarnya sehingga memberi 'Aisyah sebuah ciuman (how romantic! :p).
begitu pentingnya profesi ini, hingga Allah swt menurunkan sebuah surat dalam Al Qur'an bernama Asy Syu'araa (para penyair). pada surat ke 27 tersebut khususnya ayat 224-227, Allah memperingatkan para penyair.
Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?, kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal shalih dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. (Q.S. 26:224-227)
lalu kapankan kita disebut penyair? aku tidak tahu. hanya diri sendirilah sebagai penilai karena kita (seharusnya) lebih tahu tentang diri sendiri ketimbang orang lain. seorang teman misalnya melabeli dirinya sebagai bukan-penyair meski karyanya sudah ratusan. aku sendiri pernah bilang kalau aku hanyalah simpatisan (semacam partai?!). bukan karena karya ku belum mencapai angka seratus (emang belum sih!). lebih kepada kapabilitas. seorang yang menyebut dirinya penyair, pastilah sudah merasa kapabel untuk itu, ya kan?
masuk ke dalam komunitas penyair tidaklah kemudian menjamin seseorang menjadi penyair. namun ada seseorang yang kurasa dia bangga disebut sebagai penyair. bukankah begitu penyairku?
ingatlah pada peringatan dan ancaman dalam Al Quran.